
Siang hari keesokan harinya, restoran ‘Melokal’ ramai seperti biasanya. Kopi Kintamani pesanan Ghea sudah datang. Pria bertopi kemarin, berjaga di kasir lagi. Sambil merapikan beberapa bungkus Kopi Kintamani ke dalam rak, pikirannya tak berhenti membayangkan kejadian di kampus kemarin. Teringat olehnya wajah Ghea yang sembab dan pucat saat menabraknya. Terlintas juga wajah Deryl dan wanita lain itu. Selesai menata kopi, dia mengirim pesan kepada Ghea dari ponsel milik restoran, memberitahu Ghea bahwa pesanan kopinya sudah ada. Satu jam berlalu, pesannya masih belum dibaca oleh Ghea.
Di apartemen, Ghea hanya menghabiskan waktu di kamar dari pagi sampai sore. Reta satu kamar dengan Ghea, tapi tetap saja Reta diabaikan. Ghea tidak mau makan dan minum sama sekali. Badannya tertutup selimut. Ponsel dengan mode getar di samping bantal Ghea terus bergetar. Berulang kali Deryl menelpon dan mengirim pesan.
“Ge, bangun, please. Makan, ya. Ini ada teh dan air putih di meja, diminum, ya.”
Reta terus berusaha membangunkan Ghea. Tapi yang terdengar hanya tangisan sesenggukan, terkadang tidak ada suara. Melihat panggilan masuk dari Deryl di ponsel Ghea, Reta mencoba mengangkatnya. Belum sempat menekan tombol menerima panggilan, Deryl memutus teleponnya. Lalu, muncul pop-up notifikasi pesan dari Restoran ‘Melokal’. Ada tiga pesan dari restoran itu. Karena penasaran, Rheta menarik notifikasi itu ke bawah untuk membaca pesan tanpa membukanya.
Kopi Kintamani? Reta membatin.
Rheta penasaran apakah yang mengirim pesan adalah pria bertopi itu. Dia letakkan kembali ponsel Ghea. Lima belas menit kemudian, Rheta meletakkan bubur yang dia masak untuk Ghea di meja samping ranjang.
“Ge, gue pergi bentar, ya. Mau cari vitamin buat lo dan makanan buat nanti malam.”
Di restoran ‘Melokal’, pria bertopi itu semakin penasaran dengan kondisi Ghea. Hingga sore, ketiga pesannya tak kunjung dibaca Ghea. Dia meninggalkan kasir, bergantian dengan pegawai lainnya, lalu berjalan menuju parkiran restoran. Berdiri di samping mobilnya, dia memutuskan untuk menelepon Ghea. Kali ini dengan nomor ponsel pribadinya.
Drrt..Drrt..
Ghea sedang meminum seteguk air putih saat melihat panggilan masuk dengan nomor asing di ponselnya. Dia mengambil ponselnya. Sambil mengernyitkan dahi, Ghea berasumsi mungkin Deryl memakai nomor lain untuk menjelaskan semuanya. Sempat ragu sejenak, akhirnya Ghea mengangkat teleponnya.
“Langsung ke intinya aja, Ryl. Ga usah bertele-tele,” jawab Ghea datar.
“Halo, betul ini Kak Ghea?”
Ghea bengong dan bingung. “Iya? Ini siapa?”
“Saya Nathan. Kasir restoran Melokal.”
“Nathan? Melokal? Dapat nomorku dari mana?”
“Sewaktu kakak chat ‘Halo’ ke nomor ponsel resto,” jawab Nathan.
“Oh, ya ampun. Kopi?”
“Iya. Kopi Arabika Kintamani sudah ready.”
“Oh, oke. Iya, nanti sore, eh, nanti malam aku ambil.”
Suara Ghea terdengar serak dan lemas.
“Ga perlu, kak. Kebetulan sekarang saya sedang nyetir mobil. Biar saya antar kopinya sekalian,” ujar Nathan yang sebenarnya masih berdiri di samping mobilnya.
“Jangan. Malah ngerepotin kamu. Nanti malam aku dan temanku ke ‘Melokal’. Sekalian makan malam di sana.”
“Nanti malam resto tutup, ada perbaikan lampu.” Nathan bohong lagi.
“Oh, gitu. Tapi, bener ga apa-apa?”
“Sangat ga apa-apa.”
“Tapi nanti dititipkan aja ke resepsionis. Namanya Brenton. Orangnya ramah dan tau namaku. Maaf ya, aku belum bisa turun. Masih kecapekan.”
“No problem. Semoga lekas fit lagi.”
Setelah Ghea memberikan alamat lengkap apartemen Airbnb yang dia dan Reta sewa, lalu menutup telepon, Ghea kembali bingung.
“Sebentar, dia tau nama gue darimana?” tanya Ghea ke dirinya sendiri.
Reta tiba di restoran ‘Melokal’. Setelah masuk ke restoran tersebut, dia tidak melihat pria bertopi di kasir, melainkan pegawai lain. Demi tidak terlihat hanya ingin menemui pria bertopi, Reta memesan camilan dan minuman. Dia duduk di meja dua orang yang kosong sambil melihat sekeliling. Tak lama, seorang pegawai wanita datang memberikan daftar menu. Seporsi pisang goreng dan segelas jus strawberry dipilih Reta. Setengah jam berlalu, sosok yang dinanti Reta tak kunjung terlihat. Demi mengulur waktu untuk bertemu dengan pria bertopi, Reta memanggil pelayan.
“Can I have one nasi goreng and one soto ayam?” tanya Reta.
“Sure.”
“Good. Take them away, please.”
Sesekali Reta mengecek ponselnya, siapa tahu Ghea mengirim pesan. Dia beralih ke segala aplikasi media sosial miliknya, mengecek status dan berita, hingga tak terasa pesanannya sudah datang. Akhirnya dia terpaksa makan satu potong pisang goreng terakhir yang sedari tadi sengaja dibiarkan. Dengan rasa penasaran bercampur kecewa, dia menghampiri meja kasir.
“Table number two, please,” ujar Reta.
“Ten dollars,” jawab kasir yang asli bule Australia.
“Excuse me. I’ve been wondering if you know another man who works here as a cashier as well. The one who is tall and has a buzz cut hairstyle.”
Petugas kasir di hadapan Reta sempat bingung.
“Is he Indonesian-Australian?”
Reta kaget. “Umm, yes, I think so.”
“Son of the owner of this restaurant?
Reta makin terkejut. “Well, yes, I guess.”
“Ooh, Nathan left about one and a half hours ago. It’s my shift now.”
“Nathan?” Reta mencoba memastikan.
“Yes, his name. Anything else?”
“No, thank you so much. Here you go.” Reta membayar tagihannya.
————————————
Nathan tiba di apartemen Ghea. Dia memarkir mobil di halaman parkir belakang apartemen, lalu berjalan kaki memasuki lobi.
“Good evening,” sapa resepsionis bernama Brenton yang memiliki wajah seperti Andrew Garfield, pemeran Spider-Man.
“Good evening. I’d like to deliver an order.”
“Who is it for?”
“Ghea,” jawab Nathan yang kemudian dikejutkan oleh bunyi lift.
TING!
Bunyi pintu lift terbuka. Ghea berjalan keluar dari dalam lift menuju resepsionis.
“Hi, Brenton. Is there anything wrong with…” Ghea mendadak berhenti melangkah dan terdiam melihat Nathan di hadapannya. “Nathan?”
“Hai, Kak Ghea. Gimana? Udah enakan badannya?” tanya Nathan dengan senyum manisnya.
“Oh, umm, iya. Udah ga secapek tadi. Ini lagi ada masalah air, jadi aku turun untuk nanya Brenton, hehe.” Ghea meringis.
Nathan merasa kondisi Ghea belum membaik. Wajah Ghea terlihat pucat dan kedua matanya bengkak seperti habis menangis terlalu lama.
“So, what’s wrong, Miss Ghea?” tanya Brenton ramah.
“Something is wrong with the water. When I opened the faucet, some dirt or sand came out from it. Maybe the pipe is leaking. I couldn’t even take a shower.”
“Well, it is true that there is a problem in the pipe. Some tenants have complained about the same thing. I have called the plumbers. They will install a new filter in the plumbing system.”
This Post Has 0 Comments